“Aku ingin mencintai ketidaksempurnaanmu..
Jika ku tahu engkau sangat sempurna, maka ku tak pantas untuk mencintaimu karna aku tak sempurna..
Aku ingin mencintai ketidaksempurnaanmu..
Andai kau tahu aku tidak sempurna, maka engkau tak akan meninggalkanku sendiri karna ku tahu kau pun mencintai ketidaksempurnaanku..
Cintaiku dalam ketidaksempurnaanku”
“Hai Lang, ayo mengamen lagi, jangan diam saja”
Suara Ardi sahabatnya menghentikan gerak tanggannya memainkan gitar.
“Akhh aku sedang malas Ar, kamu saja ni pakai gitarku” jawab Gilang gusar.
“Kenapa kau ini, muram sekali? Apa yang kau pikirkan?” tanya Ardi seraya mengambil posisi duduk di samping Gilang.
“aku sedang memikirkan kekasihku, aku tinggalkan dia” jawabnya parau.
Ardi menatap Gilang dengan padangan heran
“Kau punya kekasih?” tanyanya.
Gilang menggangguk pelan, tatapnya mengarah pada jalanan yang ramai sekali dan penuh dengan debu-debu bertebaran.
“Ia, dan dia adalah wanita yang sangat luar biasa” jawabnya.
“Kenapa kau tinggalkan?”
“Aku malu Ar, aku ini hanya sebutir pasir yang nampak dimana-dimana sementara dia adalah permata indah yang banyak dikagumi karena cahayanya mempesona dan berkilauan”
Ardi menghela nafas dalam-dalam, dengan rasa simpati ia menepuk punggug temannya itu.
“tak ada yang sempurna, harusnya kamu berani mempertanggungjawabkan cintamu padanya jangan menghindarinya karena kamu sekarang seorang pengamen bukan seorang ansk kuliahan lagi dengan masa depan yang cerah, jika memang dia mencintai kamu dia akan tetap bertahan dengan mu” Ucap Ardi, lalu ia beranjak bangun dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Gilang yang masih duduk termenung mencerna tiap perkataan ardi.
Gilang masih enggan beranjak dari tempat duduknya, disudut pasar dan diantara ramainya suasana pasar. Angannya kini jauh terlempar pada masa-masa indah ketika ia katakan kata terindah pada kekasih hatinya.
Di taman kampus, mereka duduk berdua dengan jarak yang cukup jauh. Raisa gadis manis dengan pesona keanggunannya duduk manis dengan tatapan tunduk menatap tanah pagi yang basah oleh embun.
“Raisa, sungguh aku ingin sekali menikahimu” ucapnya saat itu dengan mata berbinar-berbinar dan hati yang berdegup kencang.
Raisa .. akhh rona-rona kebahagian begitu tersirat jelas di wajahnya yang cantik dan baby face. Senyumnya tergurat indah diantara bibirnya yang tipis dan menawan.
“Jika keseriusanmu sampai pada tahap itu, aku tunggu lamaranmu pada orang tuaku” ucapnya lembut.
Begitu indah untaian kata Raisa yang ia dengar, begitu ia ingin sekali memeluk Raisa erat-erat. Tapi sejak dahulu sampai sekarang kisah perjalanan cintanya, ia sama sekali tak ingin menondai dan menyentuh kekasihnya sebelum halal. Baginya Raisa adalah permata yang harus ia jaga. Tapi niat dan keinginannya melamar Raisa seketika pudar sudah ketika sedikit demi sedikit orang tuanya bangkrut dan hanya menyisakan beberapa penderitaan saja. Gilang terpaksa berhenti kuliah dalam keadaan kalang kabut tak jelas ia mencoba melamar kerja kemana-mana tapi nasib akhirnya membiarkan ia terdampat di dalam keramaian hiruk pikuk pasar labuan hanya untuk sekedar mengalunka nyayian dari satu toko ke toko lain. Ia merasa tak pantas lagi untuk Raisa, tak berkata apapun pada Raisa ia meninggalkan kekasih hatinya begitu saja. Tak ia cari lagi Raisa, seketika harapannya hilang sudah.
“Apa kabar kau Raisa, ingin sekali aku menjumpaimu?” lirihnya pelan, dan suaranya ditelan habis oleh deru-deru mobil dan keramaian, bahkan hangus menguap habis oleh terik matahari yang memanas.
***
“Gilang”
Raisa gadis manis itu menghampiri Gilang yang sedang mengamen di pedagang baso.
“Raisa”
Gilang berhenti mengamen dan sejenak terdiam terpaku menatap Raisa seolah tak percaya.
“Kamu, kemana saja aku mencarimu Gilang” Ucap Raisa seolah tak percaya bisa bertemu Gilang.
“Maafkan Aku”
Itu saja yang keluar dari bibir Gilang, dan ia segera berlari menghilang diantara keramaian pasar.
“Gilang” teriak Raisa dan berusaha mengejar Gilang.
Namun Gilang berlari lebih cepat dan menghilang dengan secepat kilat. Raisa putus asa mengejar Gilang, ia behenti mencari Gilang dan duduk diam dipingir jalan. Ada tetes air mata yang mengalir di wajah manisnya, kerinduan pada kekasihnya begitu tergambar jelas di rona wajahnya.
“Andai kau tahu, aku merindukanmu. Mengapa kau harus tinggalkan aku, tak ingatkah kau pada semua kata-katamu. Mengapa kau tak mempertanggugjawabkannya Gilang” lirih Raisa pelan dengan mata dan tatapan kuyu menatap jalanan dipenuhi debu-debu bertebaran.
Raisa beranjak bangun dari tempat duduknya, ia menghapus air matanya dan dengan harapan yang pudar ia pergi meninggalkan keramaian kota Labuan.
Gilang meletakkan gitarnya disudut kamar, dengan lelah dan hati yang masih berdegup kencang ia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Masih terbayang jelas wajah Raisa dan kata-kata Raisa ditelinganya.
“Raisa, dia masih mengingatku. Pantaskah aku meninggalkannya? Tapi aku merasa tak pantas lagi”
Tiba-tiba ia ingat sesuatu, segera ia bangun dari mengambil secarik kertas dan pena.
Untuk Raisa...
Raisa maafkan aku,,,
Bisa melihatmu kembali adalah kebahagian terbesarku... sungguh aku mencintamu, tapi apa dayaku Raisa. Aku merasa tak pantas untukkmu sekarang. Sungguh karena aku mencintamu, aku ingin kamu bahagia dengan yang lain, yang lebih baik dariku. Aku tak ingin kau merasakan apa yang kurasakan, carilah pendamping hidupmu yang baik untukmu. Maaf jika aku terlalu takut akan ketidaksempurnaanku untukmu dan maaf jika aku menjadi pencundang sejati...
By: kekasihmu
Gilang melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop. Dengan cepat dan ide dadakan yang datang dalam pikirannya ia menyuruh Ardian untuk memberikan surat itu pada Raisa dengan terlebih dulu memberikan alamat rumahnya.
Suasana Pandeglang sore itu sejuk sekali, matahari yang sudah tidak lagi memanas bersinar lembut menyetuh pepohonan-pepohonan rindang dijalanan dan sudut-sudut taman kota. Raisa sedang duduk termenung di depan rumahnya. menatap sinar-sinar senja matahari menyentuh bunga-bunga di taman depan rumahnya. warna yang indah kuning berkilauan. Di tangannya terlihat selembar kertas yang sudah ia baca. Surat dari Gilang , entah berapa kali ia membacanya.
Raisa pun menulis surat untuk Gilang
Untukkmu Gilang...
Andai kau tahu...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, tanpa kepura- puraan dan kepalsuan semata...
Apa lah arti dari sebuah kesempurnaan jika aku sendiri merasa tak sempurna...
Aku menantimu selalu menantimu, menanti janjimu..
Sampai kapanpun ku tunggu kamu kembali ke hidupku...
0 comments:
Post a Comment
tinggalkan jejak anda disini