Demi Cintaku pada Allah, Demi Cintaku pada Rasulullah, Demi cintaku pada kedua orang tua,dan Demi Cintaku pada adinda,, aku buat cerita ini sebagai jalanku menuju pelangai ikhtiar dan manfaat bagi semua... amin !! Bismillahirahmannirahmim...
Doha, 21 April 2009. Burung besi yang kutumpangi bersiap mendarat di bumi , Qatar Nampak dari dalam pesawat, melalui pasilitas kamera aku dapat melihat daratan negeri yang tandus. Tidak ada satu pohon pun yang sepertinya tumbuh, aku hanya bisa melihat hamparan daratan yang berwarna kuning kecoklatan sesekali gedung-gedung yang menjulang tinggi Nampak terlihat. Dan tiba-tiba terasa getaran kaki burung besi yang ku tumpangi mencengkram daratan. Alhamdulillah aku telah sampai di negeri yang ku tuju. Pintu pesawatpun di buka, kali ini aku merasa heran ko di bandara Qatar masih pake tangga tidak seperti di bandara Soekarno Hatta apalagi kalau di bandingkan dengan bandara Dubai yang aku sempat transit beberapa jam di sana bandara Dubai sangat megah dan mewah sedangkan ini ko masih tertinggal jauh, masih menggunakan shuttle bus pula. Wah berarti aku salah tempat ni, kenapa aku dulu gak ambil kerja di Dubai yang ketahuan lebih megah. Kesan pertama itu seakan membuatku kurang bangga dengan negeri yang akan aku singgahi selama dua tahun ini.
Shuttle bus kemudian melaju ke sebuah gedung kedatangan bandara internasional Doha. Aku dan enam teman ku yang lain termasuk mas Dika turun dari bus berwarna hitam itu. Kami langsung menuju konter imigrasi untuk di cap passport. Kali ini yang berbeda adalah petugas imigrasi lebih ramah, lebih sopan semuanya wanita yang Nampak sangat cantik memakai abaya hitam kepalanya di tutupi kerudung yang tertutup bahkan ada wajahnya yang di tutup seperti ninja. Petugas yang semuanya berwajah arab itu Nampak senyum kepada setiap penumpang yang hendak di layaninya. Aku pun merasa sedikit nyaman. Tidak ada birokrasi seperti yang terjadi di Indonesia, semua berjalan lancar waktu pun tidak terbuang sia-sia.
Setelah itu aku mengambil koper ku, nasib buruk terjadi koperku nampak rusak rodanya hilang satu. Terpaksa aku harus memikul koper seberat 25 kg itu. Di luar gerbang pintu keluar terlihat banyak sekali orang-orang dari berbagai jenis suku bangsa sedang menanti kedatangan sanak saudara mereka, ada yang bule, ada yang berkulit hitam, ada wajah indo, ada wajah india dan lain sebagainya. Di sela-sela tumpukan manusia itu Nampak seorang pria yang memakai kaos hitam berdiri mengacungkan sebuah papan nama yang berisi daftar 7 orang yang berasal dari Indonesia, “itu dia orang yang menjemput kita” kata seorang teman yang bernama Fajar, oh ia itu dia. Orang itu pun melambaikan tangan, sepertinya dia dari Indonesia wajahnya mirip sekali sama orang batak, sedikit hitam dan wajahnya sedikit terlihat sangar.
Dan kami pun sudah berdiri tepat di hadapan orang tadi. Kemudian dia menyapa “ welcome to Doha, pare”. kening ku bekerut “Pare” masak kita di bilang padi, pare kan artinya padi sahut ku kepada mas dika. “udah kita ikut saja nanti juga kamu tahu dia orang mana” jawab mas dika membuatku semakin penasaran. Sambil memutar-mutar gantungan kunci di tangannya “Follow me” sahut pria asing itu.
“ahh pake bahasa inggris segala, kamu pasti orang Indonesia kan?” tiba-tiba teman yang bernama aviv memberanikan diri untuk bertanya. “Haha what do you speak pare”. Waduh lagi-lagi bilang pare.
“Where are you from?” kata pak pranowo.
“I am from Philipina, my nama is Harteminio” ohh Philipina gumam ku dalam hati. Pantes aja mirip sama orang kita. kami terus mengikuti nya dengan bawaan koper masing-masing, aku yang terkopoh-kopoh karena harus memikul koperku yag rusak, dan akhirnya kami pun sampai di sebuah bus berwarna putih bermerek Nissan, bus itu masih baru, bangku nya masih berpelastik Nampak di atas kaca tulisan berbahasa Inggris “Do not spittle in the bus” yang artinya jangan meludah di dalam bis.
Bus berwarna putih itu pun melaju keluar bandara menyusuri jalanan kota Doha yang jauh lebih bersih dari pada jalanan kota Jakarta. Lalu lintas sangat lancar walupun sedkit padat, Nampak sama sekali tidak ada kendaraan bermotor semuanya kendaraan roda empat. Bus itu melewati beberapa bundaran, tidak seperti bundaran HI Bundara ini lebih kecil namun jumlahnya banyak hampir di setiap 2 km kita akan menemui bundaran. Bus itu terus melaju dengan kecepatan tidak lebih dari 80 km/jam karena apabila kecepatan melebihi 80 km/jam di jantung jalanan kota doha maka secara otomatis kamera pengintai akan menjepretkan cahayanya kepada kendaraan yang berani melanggar batas kecepatan maksimal yang artinya kendaraan tersebut akan di kenai sangsi dan denda. Nampak nya tidak perlu polisi untuk mengatur lalu lintas di jalan-jalan kota doha ini.
Bus terus melaju, terlihat di pinggiran gedung-gedung yang bertuliskan arab menghiasi kota. Gedung-gedung itu sangat jauh berbeda dengan kebanyakan gedung yang ada di Jakarta. Gedung-gedung di kota ini lebih unik dan classic semua cat nya hampir berwarna kuning kecoklatan. Ku kira itu kota yang paling mewah di Qatar, namun ternyata masih ada kota yang jauh lebih megah. Kota itu terlihat dari sebrang kota doha, gedung-gedung yang menjulang tinggi, bentuknya hampir semua unik, ada yang mirip kubah mesjid, ada yang mirip tornado ada pula yang mirip piramida di mesir.
Tidak lebih menempuh perjalanan selama 15 menit dari bandara Internasional doha. Bis kami pun akhirnya sampai di sebuah gedung twin berwarna hijau dan putih. Gedung itu tidak lain adalah gedung Swiss-belhotel Doha, gedung bakal tempat aku dan teman-temanku mencari napkah selama dua tahun di sana. Dan juga gedung di mana tempatku untuk meraih impian.
0 comments:
Post a Comment
tinggalkan jejak anda disini